Senin, 26 April 2010

“Tinjauan Yuridis Terhadap Illegal Logging di Sampit, Kalimanten Tengah”


Pembangunan selalu membawa dampak terhadap perubahan lingkungan. Segala variasi yang ditempuh dalam wujud apa pun dalam pembangunan, akan berarti pula menuntut perubahan lingkungan. Semakin meningkat upaya pembangunan maka akan makin meningkat pula dampaknya terhadap lingkungan hidup. Kondisi ini mendorong upaya pengendalian dampak lingkungan idup untuk meminimalisasi resiko yang dapat ditimbulkan oleh dampak perubahan lingkungan.
Ide dan perhatian dunia terhadap lingkungan hidup pertama kali muncul pada tahun 1950-an ketika terjadi pencemaran lingkungan terutama di negara-negara maju yang disebabkan oleh limbah industry, pertambangan dan pestisida yang kemudian mendorong lahirnya konferensi Stockholm pada tahun 1972, sehingga pada waktu itu masalah lingkungan menjadi masalah internasional (Sumarwoto, 1992:2). Kemudian tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup yang merupakan tanggal pelaksanaan Konferensi Stockholm yaitu tanggal 5-16 Juni 1972.
Pasca Konferensi Stockholm tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanggulangan masalah lingkunganm dan bahkan permasalahan lingkungan semakin parah pada waktu itu, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk komisi sedunia untuk lingkungan dan pembangunan yaitu World Commision on Environment and Development (WCED) pada bulan Desember 1983. Komisi ini bertugas untuk menyusun rekomendasi tentang strategi jangka panjang konsep pembangunan berkelanjutan dan menyelesaikan tugasnya pada tahun 1987 dengan laporan yang berjudul Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama). Laporan ini dikenal dengan laporan Brundtland. (Harjasumantri, 1999 : 12)
Konsep pembangunan berkelanjutan dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup kemudian diadopsi ke dalam konsep pengelolaan lingkungan di Indonesia yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konferensi Stockholm kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah Republik Indonesia dengan mengangkat Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH), merumuskan konsep Pembangunan lanjutan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) (Harjasumantri, 1999 : 47)
Dalam konsiderans huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dirumuskan :
“Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.”

Pemananfaatan dan pengelolaan sektor kehutanan dalam perkembangannya menjadi salah satu bagian terpenting dalam pengelolaan lingkungan hidup dan menjadi sorotan bukan hanya secara nasional akan tetapi telah menjadi wacana global. Perhatian dunia internasional terhadap kelestarian hutan nampak dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio de Jeneiro pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992. (Harjasumantri, 1999 : 19)
Salah satu masalah yang sangat krusial dalam bidang lingkungan hidup pada sektor kehutanan ini adalah masalah penebangan liar (illegal logging). Penebangan liar (illegal logging) adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia dan menjadi masalah serius di dunia. Hal ini menjadi perhatian Uni Eropa dalam sepuluh tahun terakhir dan akhirnya memberikan bantuan dalam rangka pencegahan kerusahakan hutan tersebut (Kompas : 2003, 1) 
Penebangan liar (illegal logging) telah menimbulkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, social, budaya dan lingkungan. Hal ini merupakan konsekwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang didalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi) serta fungsi sosial (Iskandar, 2000:165).
 
B. PEMBATASAN MASALAH 
Adapun dalam penelitian ini permasalahan hanya dibatasi pada ketentuan-ketentuan hukum pidana dalam kasus tindak pidana Illegal Logging yang terjadi di Sampit Kalimantan Tengah.

C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana ketentuan-ketentuan hukum pidana dalam kasus tindak pidana Illegal Logging ?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana Illegal Logging ?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar