Minggu, 25 April 2010

PERANAN INTEL KEPOLISIAN RESOR PATI DALAM PELAKSANAAN PENYIDIKAN


A. Latar Belakang Masalah 
Pembangunan menghendaki adanya cara baru dan suasana baru yang sejalan dengan irama pembangunan, tentunya hal ini akan membawa konsekuensi pada perlunya ditinggalkan cara-cara lama yang sudah ketinggalan zaman dan tidak perlu dipertahankan lagi. Oleh karena itu, pembangunan yang hanya berorientasi pada aspek fisik semata tidaklah cukup apabila tidak disertai dengan pembangunan pada aspek non fisik, seperti perubahan pada cara berfikir dan bekerja.
Menurut Didik M. Arief Mansur dan Elisatria Gultom :
Salah satu ciri terbentuknya suatu negara adalah “a degree of civilization”, yaitu :
Tingkat peradaban negara yang diwujudkan dalam pembangunan nasional, sedangkan pembangunan nasional bagi Indonesia merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila, sebagai wujud pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh. Melalui kegiatan pembangunan diharapkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan. 

Untuk mencapai tingkat pembangunan nasional yang relatif ideal, disinilah pentingnya peranan hukum sebagai sarana perubahan sosial yang diciptakan guna menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan irama dan tuntutan pembangunan salam segala aspek kehidupannya. Di Indonesia, fungsi hukum dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaruan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan, bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan diperlukan. 
Didik M. Arief Mansur dan Elisatria Gultom menyatakan bahwa :
“Hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan terencana itu.” 

Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan dan apa yang dibolehkan atau sebaliknya. Dengan demikian, hukum menarik garis antara apa yang sesuai dengan hukum dan apa yang melawan hukum. Dibandingkan dengan apa yang hukum (yang secara normatif diartikan sebagai apa yang seharusnya), hal melawan hukum inilah yang justru lebih menjadi perhatian dari penegakan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum (khususnya hukum pidana) merupakan reaksi terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Upaya aparat perlengkapan negara dalam menyikapi suatu perbuatan melawan hukum, dan menyikapi masalah-masalah penegakan hukum lainnya.
Hukum sebagai social control diharapkan dapat mengatasi tantangan yang ada. Kejahatan atau tindak kriminal merupakan satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap masyarakat, perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial yang merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.
Dilihat dari sudut politik kriminal maka tidak terkendalinya perkembangan kriminalitas yang semakin meningkat, justru dapat disebabkan oleh tidak tepatnya jenis sanksi pidana yang dipilih dan ditetapkan. Setidak-tidaknya perumusan pidana di dalam Undang-Undang yang kurang tepat dapat menjadi faktor timbul dan berkembangnya kriminalitas. 
Secara yuridis formal, kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, sifatnya asosial dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Karena itu, kejahatan tersebut harus diberantas, atau tidak boleh dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat. Salah satu kejahatan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ialah penganiayaan, yaitu pada Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sampai Pasal 358 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Munculnya beberapa tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan dengan kekerasan sampai akhirnya mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang menimbulkan keprihatinan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Salah satu bentuk kejahatan yang kian marak pada saat ini adalah pencurian kendaraan bermotor (curanmor). Hal ini ditengarai dengan bertambah banyaknya jumlah pengguna sepeda motor, kurangnya perhatian pengendara sepeda motor pada saat parkir di tempat umum, dan kurangnya perlengkapan kunci pengaman (termasuk alarm). Para pencuri sepeda motor pun semakin canggih dalam melakukan operasinya, karena mereka juga memahami seluk belum keamanan kunci pengaman kendaraan, bahkan mereka membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 detik dalam setiap kegiatan pencurian kendaraan bermotor (baik sepeda motor maupun mobil).  
Masalah mendasar yang perlu dijadikan sebagai pedoman dalam penerapan hukum yang mencerminkan keadilan adalah bahwa secara yuridis orang yang bersangkutan benar-benar terbukti melakukan tindak pidana. Sebagaimana diketahui bahwa untuk membuktikan secara yuridis terhadap pelaku tindak pidana pencurian, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Hal ini dikarenakan, pada umumnya pelaku tindak pidana akan berusaha untuk menghilangkan barang bukti atas tindak pidana yang dilakukan, sedangkan tindakan menghilangkan barang bukti oleh pelaku tindak pidana, tentunya akan menjadi masalah yang krusial bagi aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi kepada pelaku tindak pidana. Hilangnya barang bukti, akan menambah rumit bagi penyidik untuk menemukan tersangka pelaku tindak pidana terutama pada kasus pencurian curanmor karena pelakunya sendiri seringkali langsung kabur atau melarikan diri. Sebagaimana diketahui bahwa proses penyidikan dan penyelidikan merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh aparat penegak hukum sebelum memutuskan status pelaku tindak pidana. Oleh karena itu diperlukan peran polisi intel masuk dalam kelompok-kelompok masyarakat untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Peranan Intel Kepolisian Resor Pati Dalam Pelaksanaan Penyelidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 
1. Bagaimana peranan polisi intel dalam proses penyilidikan di Kepolisian Resor Pati terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor ?
2. Apa saja yang menjadi hambatan polisi intel dalam proses penyelidikan di Kepolisian Resor Pati terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar